• UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    Dumaria Lumban Tobing | Manajemen Sumber Daya Perairan | Fakultas Pertanian | Universitas Sumatera Utara

  • FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    Dumaria Lumban Tobing | Manajemen Sumber Daya Perairan | Fakultas Pertanian | Universitas Sumatera Utara

  • MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

    Dumaria Lumban Tobing | Manajemen Sumber Daya Perairan | Fakultas Pertanian | Universitas Sumatera Utara

  • PENYU BELIMBING

    Dumaria Lumban Tobing | Manajemen Sumber Daya Perairan | Fakultas Pertanian | Universitas Sumatera Utara

  • PENYU BELIMBING

    Dumaria Lumban Tobing | Manajemen Sumber Daya Perairan | Fakultas Pertanian | Universitas Sumatera Utara

Minggu, 06 November 2016

COVER

KONSERVASI PENYU BELIMBING
 (Dermochelys coriacea)

Oleh :
Dumaria Lumban Tobing
130302024
Manajemen Sumberdaya Perairan













MATA KULIAH KONSERVASI SUMBERDAYA HAYATI PERAIRAN
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016 
Share:

KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat dan karunia - Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun judul dari makalah ini adalah " Konservasi Penyu Belimbing ( Dermochelys coriacea)".
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si dan Ibu Dr. Ani Suryanti, S.Pi, M.Si sebagai Dosen Konservasi Sumberdaya Hayati Perairan yang telah membantu serta membimbing dalam pembuatan makalah ini dan penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman - teman yang telah memberikan dukungan dan bantuannya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Share:

PENDAHULUAN


Latar Belakang
            Indonesia merupakan Negara Kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau lebih dari 17.500 di sepanjang ekuator dan lebih dari 360 juta hektar area laut. Terhampar diantara isothermal 200 LU/LS merupakan lokasi yang baik bagi pertumbuhan terumbu karang, rumput laut dan keanekaragaman hayati termasuk penyu laut Penyu merupakan salah satu fauna yang dilindungi karena populasinya yang terancam punah. Reptil laut ini mampu bermigrasi dalam jarak yang sangat jauh di sepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudera Pasifik, dan Asia Tenggara. Di dunia ada 7 jenis penyu dan 6 diantaranya terdapat di Indonesia. Konservasi merupakan salah satu kegiatan yang diharapkan dapat mencegah punahnya habitat penyu karena predator alami maupun manusia (Ario, dkk., 2016).
            Penyu merupakan hewan reptil yang hampir seluruh masa hidupnya berada di lautan. Penyu termasuk binatang ovipar, pembuahan telurberlangsung dalam tubuh induk. Dalam memilih pantai untuk tempat bertelur, penyu dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan antara lain pasang surut, penutupan vegetasi, lebar dan kemiringan pantai, dan tipe pasir. Penyu memiliki kemampuan untuk memproduksi telur dalam jumlah yang besar. Dari ratusan butir telur yang dihasilkan, hanya belasan tukik (bayi penyu) yang berhasil sampai ke laut kembali dan tumbuh dewasa (Panjaitan, dkk., 2012).
            Pembentukan kawasan konservasi perairan khususnya perairan laut sering belum diiringi dengan pengelolaan yang efektif. Kenyataan yang banyak terjadi di lapangan menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya perikanan di kawasan konservasi laut tidak cukup hanya memerhatikan kelestarian lingkungan saja, namun seharusnya juga memerhatikan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat pesisir merupakan salah satu faktor penentu suatu kegiatan pengelolaan lingkungan karena masyarakat tersebut memiliki interaksi terbanyak dengan lingkungan pesisir sehingga secara tidak langsung meningkat atau turunnya suatu pengelolaan kawasan konservasi tergantung tingkat kepedulian masyarakat pesisir untuk menjaga sumber daya di sekitar (Harahap, dkk., 2015).
            Konservasi merupakan salah satu kegiatan yang diharapkan dapat mencegah punahnya habitat penyu, mencegah adanya pemanfaatan penyu demi kepentingan komersial seperti penjualan telur, daging, maupun cangkang dan dapat menjadi sarana berbagi ilmu atau edukasi kepada masyarakat secara luas tentang pentingnya konservasi penyu demi menjaga habitat penyu di Indonesia agar tidak punah. Berdasarkan peraturan perundang-undangan jenis Penyu Belimbing dilindungi berdasarkan SK Menteri Pertanian No.327/Kpts/Um/5/1978; Penyu Tempayan dan Lekang dilindungi berdasarkan SK Menteri Pertanian No.716/Kpts/Um/10/1980; Penyu Sisik dan Penyu Pipih dilindungi berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.882/Kpts-II/1992, dan Penyu Hijau yang termasuk dalam 6 jenis penyu yang dilindungi berdasarkan PP No.7/1999 tentang pengawetan tumbuhan dan satwa (Ario, dkk., 2016).

            Lebih dari 100 KKL yang tercatat di Indonesia, sebagaian besar diantaranya tidak memiliki rencana pengelolaan formal yang siap, mencerminkan fakta bahwa ekosistem laut umumnya telah diberikan prioritas yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah teresterial (Harahap, dkk., 2015).
Share:

TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan
            Tujuan dari makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui karakteristik biologi Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea).
2.      Untuk mengetahui penyebab kepunahan Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea).
3.      Untuk mengetahui upaya mengenai konservasi terhadap Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea).
Manfaat

            Manfaat dan penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu kewajiban beban sks bagi mahasiswa dan sebagai sumber referensi dan kajian ilmiah mengenai konservasi Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea).
Share:

TINJAUAN PUSTAKA

Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea)
            Menurut Ali dan Maslim (2013), taksonomi penyu digolongkan dalam:
Kingdom
:
Animalia
Phylum
:
Chordata
Class
:
Reptilia
Ordo
:
Testudines
Family
:
Dermochelyidae
Species
:
Dermochelys coriacea

Gambar 1. Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea)
            Umumnya, fisik Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) yaitu memiliki kulit cangkang berwarna gelap dengan bintik - bintik putih yang tidak sekeras penyu lain, sirip depannya panjang, ukurannya dapat mencapai hingga 180 cm dan berat 500 kg, merupakan penyu laut terbesar dan salah satu reptil terbesar yang masih hidup. Penyu belimbing berukuran besar sangat luar biasa, karena hanya makan makanan rendah energi dan rendah protein dari mahluk - mahluk lunak seperti ubur - ubur, cumi cumi dan tunicates (invertebrata seperti ubur - ubur laut) (WWF, 2011).
            Penyu belimbing (Dermochelys coriacea) merupakan salah satu spesies penyu, yang memiliki tubuh dan telur yang lebih besar dari penyu lain. Hewan ini hidup di perairan asin laut dan bertelur di daratan pada kawasan supra littoral. Kawasan pantai yang disenangi untuk bertelur adalah kawasan berpasir. Proses fertelisasi penyu belimbing (Dermochelys coriacea), terjadi dalam kawasan laut. Hasil fertelisasi yang menghasilkan telur di dalam tubuh induk betina, akan dilakukan peneluran di zona supra litoral kawasan laut. Telur yang dihasilkan akan dilakukan penyimpanan dalam pasir di kawasan laut, sehingga akan terjadi proses pengeraman dalam kawasan pasir (Ali dan Maslim, 2013).
Ancaman Populasi Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea)
            Penyu telah mengalami penurunan jumlah populasi dalam jangka waktu terakhir ini bahkan beberapa spesies terancam kepunahan. Di alam, penyu-penyu yang baru menetas menghadapi ancaman kematian dari hewan-hewan seperti kepiting, burung, dan reptilia lainnya seperti biawak. Ancaman yang paling besar bagi penyu di Indonesia, seperti juga halnya di seluruh dunia, adalah manusia. Pembangunan daerah pesisir yang berlebihan telah mengurangi habitat penyu untuk bersarang. Penangkapan penyu untuk diambil telur, daging, kulit, dan cangkangnya telah membuat populasi penyu berkurang. Konvensi ini melarang semua perdagangan internasional atas semua produk yang berasal dari penyu, baik itu berupa telur, daging, maupun cangkangnya (Ario dkk., 2016).
            Dari perkiraan menunjukkan, selama dua puluh tahun terakhir jumlah spesies ini menurun dengan cepat, khususnya di kawasan pasifik: hanya sekitar 2.300 betina dewasa yang tersisa. Hal ini menempatkan penyu belimbing pasifik menjadi penyu laut yang paling terancam populasinya di dunia. Di kawasan Pasifik, seperti di Indonesia saja, populasinya hanya tersisa sedikit saja dari sebelumnya (2.983 sarang pada 1999 dari 13000 sarang pada tahun 1984). Untuk mengatasi hal tersebut, tiga Negara yaitu Indonesia, PNG dan Kepulauan Solomon telah sepakat untuk melindungi habitat Penyu Belimbing melalui MOU Tri National Partnership Agreement (WWF, 2011).
            Masyarakat pesisir merupakan salah satu faktor penentu suatu kegiatan pengelolaan lingkungan karena masyarakat tersebut memiliki interaksi terbanyak dengan lingkungan pesisir sehingga secara tidak langsung meningkat atau turunnya suatu pengelolaan kawasan konservasi tergantung tingkat kepedulian masyarakat pesisir untuk menjaga sumber daya di sekitar (Harahap, dkk., 2015).
            Faktor yang dimungkinkan mempengaruhi tingginya umur penyu belimbing adalah tingkat pencemaran dan suhu air laut. Laut di wilayah Papua (Pasifik) dapat dikatakan belum tercemar oleh bahan - bahan atau limbah berbahaya, karena belum adanya industri besar yang secara berkesinambungan membuang limbah ke laut. Suhu air laut juga mendukung kesehatan dan kesediaan sumber pakan secara berkesinambungan yang mana akan meningkatkan umur dari penyu itu (Triantoro, 2008).
Upaya Konservasi Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea).
            Menurut Ario, dkk., (2016) upaya dalam konservasi Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) adalah:
1.      Didirikannya Turtle Conservation and Education Center (TCEC) berfungsi sebagai tempat konservasi penyu, tempat penetasan semi alami dari telur - telur penyu yang diambil dari sarang alaminya dipinggir pantai agar telur tersebut dapat menetas dengan selamat tanpa harus terganggu oleh predator ataupun manusia. Selain itu TCEC juga sebagai tempat pembesaran tukik - tukik yang nantinya dilepas ke laut jika umurnya sudah kurang lebih 3 bulan.
2.      Penyuluhan kepada masyarakat agar tidak mengambil penyu langsung dari laut, tidak menjual cangkang penyu, tidak memburu penyu di alamnya lagi sebagai bahan untuk upacara adat, dan tidak mengkonsumsi daging dan telur penyu demi terjaganya kelestarian habitat penyu. Penyu yang disediakan untuk upacara adat berumur satu tahun lebih dan jumlahnya juga dibatasi.

3.      Kualitas air yang digunakan untuk media hidup tukik yang dipelihara juga memerlukan perhatian khusus. Parameter yang harus diperhatikan dalam menjaga kualitas air media antara lain pH, salinitas, suhu dan oksigen terlarut (DO). Air laut mempunyai kisaran pH yang relatif stabil karena memiliki kemampuan sebagai penyangga yang tinggi. Salinitas mempengaruhi aktifitas biologis yaitu pada proses osmoregulasi. Penyu merupakan hewan poikilotermal, suhu tubuh mengikuti suhu lingkungan sampai pada batas tertentu. 
Share:

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah:
1.      Penyu belimbing memiliki karapas berwarna gelap dengan bintik putih. Ukuran penyu belimbing dapat mencapai 180 cm dan berat mencapai 500 kg. Penyu belimbing dapat ditemukan dari perairan tropis hingga ke lautan kawasan sub kutub dan biasa bertelur di pantai - pantai di kawasan tropis. Spesies ini menghabiskan sebagian besar hidupnya di lautan terbuka dan hanya muncul ke daratan pada saat bertelur.
2.      Penyu belimbing telah bertahan hidup selama lebih dari ratusan juta tahun, kini spesies ini menghadapi kepunahan akibat adanya penangkapan penyu untuk diambil telur, daging, kulit, dan cangkangnya telah membuat populasi penyu berkurang, tingkat pencemaran dan suhu air laut serta predator.
3.      Konservasi penyu di TCEC memiliki kegiatan seperti penetasan telur penyu di sarang semi alami, pembesaran tukik di kolam pembesaran, mengadopsi tukik untuk dilepaskan ke laut, serta sebagai sarana edukasi. Pelestarian penyu saat ini sudah lebih baik dari sebelumnya karena sekarang masyarakat sudah sadar untuk tidak menjual cangkang penyu, tidak memburu penyu di alamnya lagi sebagai bahan untuk upacara adat, dan tidak mengkonsumsi daging dan telur penyu.
Saran

            Informasi tentang konservasi penyu laut harus disebar luaskan agar seluruh masyarakat dapat mengetahui manfaat dari konservasi penyu laut itu sendiri. Segala bentuk perdagangan yang menyangkut penyu laut baik daging ataupun cangkangnya harus dihentikan dan penyu laut harus dilindungi oleh undang - undang khusus yang menjaga agar tidak punahnya hewan ini. 
Share:

DAFTAR PUSTAKA


Ali, M, S., dan Maslim. 2013. Daya Tetas Telur Penyu Belimbing (Dermochelis coriacea) Hasil Pemasaran Masyarakat Di Kawasan Pantai Lampuuk Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Universitas Syiah Kuala, Aceh. 
Ario, R., Wibowo, E., Pratikto, I., dan Fajar, S. 2016. Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali. Universitas Diponegoro, Semarang.
Harahap, I, M., Fahrudin, A., dan Wardiatno, Y. 2015. Pengelolaan Kolaboratif Kawasan Konservasi Penyu Pengumbanan Kabupaten Sukabumi. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI).
Panjaitan, R, A., Iskandar., Alisyahbana, S, H. 2012. Hubungan Perubahan Garis Pantai Terhadap Habitat Bertelur Penyu Hijau (Chelonia mydas) Di Pantai Pangumbahan Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi. Universitas Padjajaran, Bandung.
Triantoro, R, G, N. 2008. Karakteristik Biologi Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea Vandelli) Di Suaka Margasatwa Jamursba Medi, Papua Barat. Balai Penelitian Kehutanan Manokwari, Papua.

WWF. 2011. Indonesia. 
Share:

TOPIK ARTIKEL

CANCERBOY. Diberdayakan oleh Blogger.